FocusLampung.ID – Meskipun pelaksanaan Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 sempat mendapat penolakan dari lembaga DPD RI. Namun belakangan ini akhirnya para senator tersebut melunak setelah mengkaji beberapa pertimbangan yang dinilai terdapat sisi positif dibalik terselenggaranya pesta demokrasi itu.
Menurut Ketua Komite II DPD RI, Bustami Zainudin, sejumlah pertimbangan tersebut diantaranya yakni setelah pemerintah dan pihak penyelenggara dapat menyakinkan DPD bahwa mereka siap untuk mengantisipasi penyebaran dan bertanggung jawab jika pelaksanaan Pilkada itu justru akan memperburuk angka penyebaran Covid-19 di Indonesia.
“Yang pertama karena pemerintah mau bertanggung jawab. Karena DPD ini tidak mau nantinya ketika terjadi cluster baru dalam Pilkada justru saling lempar-lemparan, harus jelas dulu siapa yang akan bertanggungjawab apakah KPU, Peresiden, Bupati, Gubernur atau kepala gugus,” ujar Bustami Zainudin susai melakukan kunjungan ke Pemkab Pesawaran, Senin (27/7).
Kemudian yang kedua lanjut Bustami, pihaknya mengakui bahwa pandemi ini tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir, dan dengan demikian tentunya terkait pendapat DPD untuk penunjuk pelaksana tugas (Plt) dari kalangan birokrat disejumlah daerah yang telah berakhir masa jabatannya diakui tidak memiliki legitimasi yang kuat untuk mengurus rakyat. “Kalau hanya memimpin setingkat birokrasi setingkat Sekda mungkin aman, tapi satu-satunya pemimpin yang memiliki legitimasi adalah yang pemimpin yang dipilih langsung,” katanya.
Selain itu dari sisi ekonomi, sambungnya, pelaksanaan Pilkada juga memiliki hal yang positif sebagai penggerak setelah selama beberapa bulan terpuruk akibat pandemi Covid-19. “Jadi ini adalah momentum yang tepat untuk menggerakan ekonomi dengan adanya Pilkada di 270 daerah se-Indonesia. Bayangkan jika setiap calon ada lima pendukung yang dapat bekerja misalnya ada yang ngurus kaos dan atribut lainnya. Jadi kan semua orang ada pekerjaan,” jelasnya.
Namun meskipun demikian, dikatakanya kemungkinan penundaan Pilkada masih ada, jika ternyata saat tahapan Pilkada saat ini terdapat cluster baru penyebaran Covid-19. “Apalagi dalam undang-undang Pilkada memang bisa dirubah jika angka penyebaran Covid-19 semakin memburuk. Apalagi kalau ternyata gara-gara Coklit semua terkena penyakit akibat petugasnya yang sakit ya pasti di stop,” tandasnya. (Irs)